Dengan ilmu kita bisa berbuat dan memutuskan

Muhasabah Diri


Saat menuntut ilmu,Imam Syafi'i mengeluh kepda gurunya "Wahai guru, mengapa ilmu yang kukaji ini susah sekali dipahami, bahkan cepat lupa?"
sang guru menjawab,"Ilmu itu ibarat cahaya, ia hanya dapat menerangi
gelas yang bening dan bersih".

Maka,kita tidak perlu heran ketika kita mendapati ada orang yang rajin
mendatangi majelis ta'lim atau pengajian, namun sikap dan akhlaqnya
tetap buruk. Hal itu dikarenakan ilmu tidak mampu menembus kekeruhan
hatinya. Sekuat apapun cahaya imu bila hati telah tertutup kotoran,maka
cahaya ilmu tidak mampu menembus hati dan menerangi perilakunya.
Na'udzubillah.



Salah satu penyebab ilmu sukar masuk adalah karena ia terlalu
tamak,rakus dan terlena dengan nikmat semu duniawi. Gemar kemaksiatan,
atau mengaggap remeh perbuatan dosa. Jelas sekali, orang seperti ini
akan sulit menerima penerangan ilmu dalam hatinya.
Atau dalam kasus lain, ketika seseorang yang hatinya keruh mengkaji
ilmu lain, lalu menampung ilmu, maka ilmu yang diperoleh hanya akan
menjadi pemuas nafsu yang kian memperkeruh kondisi hatinya. Misalnya ia
sibuk mengkaji ilmu fiqih, namun malah membuat ia makin mau menang
sendiri, suka menyalahkan atau menghakimi orang lain. Pendapatnya bukan
meneguhkan, malah berimbas menyakiti hati orang lain. Demikian pula
jika dia belajar ilmu ma'rifat, hanya akan membuatnya makin takabbur,
sombong dan merasa diri paling saleh, sementara ia menilai orang lain
itu selalu sesat dan hanya berbuat maksiat.

Artinya, ketika kita menginginkan ilmu yang dapat menjadi ladang amal
saleh, menjadi sesuatu yang bermanfaat, maka ketika kita menimba ilmu
harus disertai dengan hati yang bersih. Hati yang bersih akan terbebas
dari ketamakan dan kerakusan dunia.
Dan dengan modal inilah kita akan mendapatkan manfaat ilmu, mudah
menerimanya, mudah pula mengamalkanya. Itulah ilmu yang barokah,
InsyaAlloh. Wallaahu a'lam bishshowab.

Sumber: Buletin Keluarga Sakinah No 109

0 komentar:

Posting Komentar