Dengan ilmu kita bisa berbuat dan memutuskan

Prinsip Penting Dakwah Hizbut Tahrir

Telah disadari sepenuhnya oleh Hizbut Tahrir bahwa Rasulullah SAW dahulu berdakwah kepada orang-orang kafir, sedangkan kita sekarang mengemban dakwah kepada kaum muslimin agar mereka selalu mengikatkan diri kepada hukum-hukum Islam, dan berjuang bersama-sama Hizb untuk menerapkan kembali sistem pemerintahan sesuai dengan hukum-hukum yang telah diturunkan Allah. Meskipun demikian, kita pun mengerti bahwa negeri-negeri kaum kuslimin sekarang –sangat disayangkan– ternyata tidak dapat dianggap sebagai Darul Islam, dan masyarakat yang ada di dalamnya pun bukan masyarakat yang islami.



Karena itulah, aktivitas Hizbut Tahrir difokuskan pada upaya mengubah negeri-negeri Islam menjadi Darul Islam dan mengubah masyarakat di dalamnya menjadi masyarakat yang islami, sebagai-mana yang dilakukan Rasulullah SAW tatkala mengubah keadaan Mekah dan daerah-daerah lainnya menjadi Darul Islam, lalu mengubah masyarakat jahiliyah di dalamnya menjadi masyarakat yang islami.



Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, Hizbut Tahrir lalu menetapkan metode dan cara mengemban dakwah yang secara global dapat dijelaskan sebagai berikut:



(1) Hizbut Tahrir mengemban dakwah dalam rangka memenuhi seruan Allah SWT:









“Hendaklah ada diantara kalian satu jama’ah (partai) yang menyeru pada alkhair (Islam), dan menyuruh kepada yang ma’ruf (hal-hal yang wajib) dan mencegah dari yang munkar (maksiat).”



(Ali ‘Imran 104)





Selain dalam rangka melaksanakan hukum syara’ yang mewajibkan kaum muslimin menerapkan hukum-hukum Islam dan mengembannya agar dapat kembali diterapkan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.



Hizbut Tahrir dalam mengemban dakwahnya bukan sekadar memenuhi kewajiban, melainkan demi terwujudnya Sistem Khilafah dan diterapkannya kembali hukum-hukum Allah di muka bumi ini.





(2) Hizbut Tahrir selalu berpedoman untuk menjadikan hukum-hukum syara’ sebagai asas bagi seluruh tindakan dan aktivitasnya, dan sebagai kaidah (patokan) dalam menentukan sikap terhadap berbagai mabda di dunia, juga berbagai peristiwa dan kejadian dalam masyarakat. Hizb selalu menjadikan halal-haram sebagai tolok ukur bagi seluruh tindakan dan aktivitasnya. Hizb meyakini bahwa kedaulatan hanya untuk Islam semata, bukan untuk yang lain.



Karena itu, Hizbut Tahrir berketetapan untuk bersikap terus terang, berani dan tegas serta menentang setiap hal yang bertentangan dengan Islam, baik berupa ideologi, agama, aqidah, pemikiran, persepsi, adat-istiadat dan tradisi –sekalipun harus menghadapi fanatisme pengikutnya dan sekalipun harus melawan para pengikutnya. Hizb tidak akan bermanis muka kepada siapa pun, apabila harus mengorbankan Islam. Hizb tidak akan mengatakan kepada pemeluk agama, aqidah, ideologi dan pemikiran serta seruan-seruan yang tidak islami: “Tetaplah kalian pada keyakinan kalian”, malah sebaliknya, Hizb akan menyeru mereka agar meninggalkan keyakinannya, karena merupakan kekufuran dan kesesatan serta menyeru mereka agar memeluk Islam, karena hanya Islamlah satu-satunya (agama dan ideologi) yang benar.



Karena itu, Hizb beranggapan bahwa seluruh agama selain Islam seperti Yahudi dan Nasrani, atau seluruh prinsip ideologi di dunia selain ideologi Islam seperti komunisme-sosialisme dan kapitalisme adalah agama-agama dan ideologi-ideologi kufur. Dan bahwasanya orang-orang Yahudi dan Nasrani adalah kafir; serta siapa saja yang meyakini kapitalisme, komunisme-sosialisme berarti ia telah kafir.



Lebih dari itu, Hizb menganggap bahwa menyeru kepada nasionalisme, kesukuan dan fanatisme golongan atau madzhab adalah haram menurut Islam. Menurut Hizb haram hukumnya bagi kaum muslimin untuk mendirikan partai-partai yang menyeru kepada kapitalisme, sosialisme, komunisme, menyeru kepada sekulerisme, gerakan Free Masonry, atau menyeru kepada nasionalisme, kesukuan, fanatisme madzhab dan agama-agama apapun selain Islam; dan atau bergabung dengan suatu partai yang berpaham salah satu di atas.



Demikian pula Hizb tidak berkompromi dengan para penguasa dan tidak memberikan loyalitas kepada mereka, berikut konstitusi dan perundangan-undangan mereka, dengan alasan bahwa hal ini akan membantu kelancaran dakwah. Sebab, syara’ memang tidak membolehkan mengambil sarana yang haram untuk memenuhi suatu kewajiban. Sebaliknya, Hizb mengoreksi dan mengkritik para penguasa itu dengan tegas. Hizb menganggap bahwa peraturan yang mereka terapkan adalah peraturan kufur, sehingga harus dihilangkan dan diganti dengan hukum-hukum Islam. Hizb juga menganggap bahwa mereka pada hakikatnya adalah orang-orang fasik dan zhalim, karena telah menjalankan hukum-hukum kufur, sebagaimana Hizb mengangggap bahwa siapa pun diantara penguasa itu mengingkari kelayakan Islam atau salah satu hukum-hukumnya untuk diterapkan adalah termasuk orang kafir.



Hizbut Tahrir juga menolak bergabung dengan sistem pemerintahan mereka, sebab hal ini berarti bergabung dengan hukum-hukum kufur yang jelas-jelas haram hukumnya bagi kaum muslimin. Hizb juga menolak membantu mereka untuk melakukan ishlah (perbaikan) di bidang ekonomi, pendidikan, sosial-kemasyarakatan maupun di bidang moral. Membantu mereka berarti membantu orang-orang zhalim dan dapat memperkuat kedudukan mereka, melestarikan sistem yang mereka terapkan yang jelas-jelas kerusakan dan kekufurannya. Sebaliknya, apa yang dilakukan Hizbut Tahrir adalah mengguncang posisi mereka, dan menggugat sistem perundangan kufur yang mereka terapkan atas kaum kaum muslimin, dalam rangka mengembalikan penerapan dan pelaksanaan hukum-hukum Islam.





(3)Hizbut Tahrir berjuang untuk menerapkan Islam secara sempurna yang meliputi seluruh hukum syara’, baik yang berkaitan dengan ibadah, mu’amalah, akhlak maupun peraturan (perundang-undangan), sebagai perwujudan dari firman Allah SWT:





“Hendaklah engkau (Muhammad) putuskan perkara (pengadilan dan pemerintahan) di tengah-tengah mereka itu dengan apa yang diturunkan Allah.”



(Al-Maidah 49)





“Apa saja yang telah dibawa Rasulullah ambillah, dan apa saja yang dilarangnya tinggalkanlah.”



(Al-Hasyr 7)





Lafadz مَا (apa saja) pada kedua ayat tersebut di atas adalah lafadz umum, mencakup seluruh hukum yang diturunkan Allah dan seluruh perkara yang dibawa Rasulullah SAW. Dengan demikian, menerapkan seluruh hukum yang diturunkan Allah dan mengambil seluruh apa yang dibawa Rasulullah SAW adalah wajib hukumnya, tidak ada perbedaan antara hukum yang satu dengan hukum yang lain, kewajiban yang satu dengan kewajiban yang lain, larangan yang satu dengan larangan yang lain. Seluruhnya wajib diterapkan dan dilaksanakan, dan tidak boleh diterapkan sebagian (secara parsial) dan ditinggalkan sebagian yang lain, sebagaimana tidak boleh diterapkan secara bertahap, sebab kita dituntut menerapkan keseluruhannya, secara serentak dan sempurna.



Pada saat keadaan (masyarakat) bertentangan dengan Islam, maka sesungguhnya tidak diperbolehkan menakwilkan Islam agar sesuai dengan keadaan, sebab dengan usaha ini berarti telah mengubah Islam. Seharusnya, keadaan masyarakatlah yang harus diubah sehingga sesuai dengan Islam dan diatur menurut syari’at Islam.





(4)Berdasarkan sirah (perjalanan) dakwah Rasulullah SAW semenjak beliau diutus sebagai rasul dalam menegakkan daulah dan mengubah Darul Kufur menjadi Darul Islam, serta mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang islami, maka Hizb telah menentukan langkah operasionalnya dalam tiga marhalah atau tahapan:



Pertama: Marhalah Tatsqif, yaitu tahap pembinaan dan pengkaderan untuk melahirkan individu-individu yang meyakini fikrah dan metode Hizb guna membentuk kerangka gerakan.



Kedua: Marhalah Tafa’ul ma’al Ummah, yaitu tahap berinteraksi dengan umat agar umat turut memikul kewajiban dakwah, sehingga akan menjadikannya sebagai masalah utama dalam hidupnya, serta berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.



Ketiga: Marhalah Istilamil Hukmi, yaitu tahap pengambilalihan kekuasaan, dan penerapan Islam secara utuh serta menyeluruh, lalu mengembannya sebagai risalah ke seluruh penjuru dunia.



(diambil dari kitab : منهج حِزبُ التحرير في التغيير)

1 komentar:

ANNAS mengatakan...

Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai keyakinan bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.

Posting Komentar