Anak "Punk" Merindukan Surga (Kisah Hijrah Divan Semesta & Pengkhianat Yang Telah Musnah)
Fajarullah (Divan Semesta) dan Gilang Pramudia (PengkhianatYangTelahMusnah - PYTM) adalah dua sosok aktivis anti kemapanan yang telah lama eksis di dalam komunitas DIY. Dua sahabat yang merupakan tokoh utama di sebuah kolektif bernama Liberationyouth ini, cukup disegani oleh kawan kawan kolektif kiri di kota Bandung. Liberation Youth merupakan salah satu pionir gerakan resisten terhadap pemikiran pemikiran thagut mulai dari marxis hingga kapitalisme.
Tulisan - tulisan 'nyeleneh' dari Divan dan PYTM sudah cukup banyak di kenal dan cukup sering bikin panas orang - orang pragmatis yang dikritisi mereka, baik dari kalangan kolektif kontra islam maupun dari komunitas islam itu sendiri yang sering menjadikan Islam sebagai sebuah komoditas dagang politik dalam sebuah pelacuran bernama demokrasi. Mereka dulu hanyalah seorang anak biasa yang mengenal punk dan melalui sebuah proses mereka kini menemukan eksistensi yang lebih istimewa dari punk itu sendiri..berikut kisah yang di curahkan mereka kepada redaksi Mediaislamnet yang di copas oleh kami ke blog sederhana ini. Selamat membaca..
*********************
HABIS PUNK TERBITLAH ISLAM!
Punk menolak Kapitalisme secara keseluruhan
Punk menuntut sesuatu yang baru.
Punk adalah dan harus menjadi sosok yang revolusioner
(Making Punk A Threat Against Cuts of Profane Existence 1989-1993)
Jadi Punker Sejati
Sekitar 20 tahun lalu, seorang sepupuku yang anak FSRD ITB sering mendengarkan lagu-lagu The Ramones di kamarnya. Kadang juga The Clash, The Damned, Circle Jerks, Sex Pistols sampai The Exploited yang merupakan pelopor rambut Mohawk.
Kala itu, orang tua memaklumi kalau anaknya yang masih kecil doyan nongkrong di depan radio butut sepupunya sambil ngapalin teks lagu –lagu berbahasa inggris. Bahkan, orang tuaku terkadang tertawa, karena aku yang belum fasih berbahasa Inggris menyanyikan lirik lagu yang kudengarkan asal-asalan. Lirik yang seharusnya “she must go away” menjadi “si mas gope euy”. Waktu terus berjalan kemudian lagu-lagu itu hilang dari ingatanku.
Menginjak umur 16 tahun aku masuk sebuah SMA favorit di Bandung. Di SMA inilah, romantisme musik punk rock ketika aku kecil teringat kembali. Aku kembali menjadi fanatik terhadap musik-musik underground. Aku mulai berusaha untuk memahami dunia Hardcore, Punk Rock, Oi!, Thrash, Black Metal, Skinhead, Melodicore, Straight Edge, Crustcore, Grunge, Grindcore,dll. dan aku juga mulai melakukan perburuan stuff juga informasi-informasi mengenai lifestlye serta subculture underground yang jadi panutanku di seantero kota Bandung.
Berbagai isu dan ide politik kaum punk mengisi jiwaku. Propaganda yang disuarakan artis-artis undergorund luar mengenai isu-isu keadilan, kebebasan, revolusi, penentangan atas kapitalisme global, anti copyright, anarki sindikalisme dan lain-lain adalah sarapanku. Isu-isu yang bertabrakan langsung dengan budaya masyarakat ini menyebabkanku menjadi salah seorang pemberontak di sekolah, dan akhirnya drop out. Setelah keluar dari sekolah aku masuk ke sekolah militer di Magelang. Namun di tengah jalan aku mengundurkan diri karena aku melihat langsung penanaman “ideologi” yang bertentangan dengan pola pikir underground-ku.
Setahun menganggur, membuat ketertarikanku akan scene underground semakin membesar. Jiwa pemberontak dalam diriku semakin menguat ketika aku mengetahui jelas penyebab terjadinya kebobrokan di negeri ini. Untuk mengisi kekosongan selama menunggu tahun ajaran berikutnya, bersama beberapa teman aku membentuk sebuah band punk dan menjadi vokalis didalamnya. Selain itu, aku juga hobi dengan yang namanya Singa Jengke, Topi Nyengleg, Intisari Nekat, Tiga Drum yang merupakan minuman beralkohol. Bahkan aku tidak bisa lepas darinya. Saking gilanya, di dalam mobil aku selalu memarkirkan alkohol di bawah jok, di kulkas pun demikian.
Aku dan kawan-kawanku pun sempat membuat sebuah zine, stiker dan berbagai stuff lainnya. Ide yang kami usung dalam zine yang kami buat adalah ide-ide Bakunin dengan Anarki-nya, Peter Kropotkin, Marx, Noam Choamsky dan puisi-puisi Wiji Thukul. Sejak itu, kita mulai ikut serta dalam berbagai kolektif-kolektif anarki ataupun sosialis mulai dari yang berwawasan lingkungan, gerakan anti fasis, politik, gerakan perlindungan atas hewan yang banyak mengusung ide anti vivisection, anti fur dan pelestariannya.
Tahun ajaran baru tiba, akhirnya aku lulus ujian dan masuk di sebuah Universitas Katolik di Bandung. Bahkan setelah satu tahun kuliah di sana, tahun berikutnya aku lulus UMPTN di salah satu universitas negeri di Bandung, yang membuat aku dobel kuliah. Alasanku dobel kuliah adalah untuk mehapuskan pandangan sinis bahwa punk itu gembel, punk itu the lost generation. Pilihanku itu terinspirasi oleh Greg Graffin yang merupakan vokalis punk bertitel profesor. Dan benar saja, sejak masuk kuliah, tawaran ngeband pun mulai bertambah.
Islam Underground
Awal kesadaranku datang di saat aku dan kawan se-bandku mulai ngetop.Suatu hari, ketika aku melewati sebuah ruangan di mesjid kampus, seorang ustadz berteriak lantang hingga menembus kupingku bahwa demokrasi haram. Ia meneriakkan lagi, segala macam ide yang memerahkan telinga dan menjengkelkan hatiku. Ia mengatakan bahwa yang mati karena demo untuk reformasi, mayatnya layak dimasukan ke Taman Safari. Argumen-argumen yang diucapkannya ternyata sesuai dengan logikaku. Kepala yang sudah chaos dengan pertengkaran keluarga dan gap antar sesama kawan di tempat nongkrong semakin pusing.
Sehari kemudian, tak sengaja aku melihat baligo raksasa yang dipampang di kampus mengenai acara pesantren kilat mahasiswa. Tadinya aku males buat ikut yang begituan. Tapi berhubung banyak orang terkenal dan ustadz yang teriak kemarin tercantum namanya di baligo, akhirnya aku ikut juga. Aku ingin melarikan diri dari permasalahan. Akhirnya, bersama salah seorang teman pria yang sama dari komunitas underground aku mengikuti acara tersebut meskipun aku tetap bergaya underground.
Di sinilah pemahamanku berangsur-angsur mulai berubah. Ketika harus keluar dari lingkungan acara pesantren apalagi ketika harus kembali ke Bandung kami merasa dunia diputarbalikkan. Semuanya ibarat berada dalam neraka. Semuanya serba salah. Lihat yang buruk sedikit, pasti gemes dan pengen ngomentarin. Perubahan kami menjadi celaan dan bahan ejekan. Bahkan ada yang membuatnya jadi bahan taruhan; berapa lama aku bertahan. 2 minggu, 1 bulan dan 3 bulan. Parahnya tidak ada yang bilang 1 tahun.
Diserang berbagai gunjingan malah membuat hatiku semakin kuat. Aku jadi ingin menunjukkan bahwa aku memang kuat. Hanya saja, untuk aktivitas ngeband aku kesulitan untuk meninggalkannya. Saat itu distro, clothing, record label mulai tumbuh subur, komunitas undreground semakin kuat dan eksis dengan pemberitaan di berbagai majalah dan MTV. Bahkan orang luar negeri pun sudah mulai merekrut band-band lokal Bandung untuk ikut serta dalam pembuatan kompilasi album. Namun demikian, perasaan bersalah selalu menggangguku. Ibarat orang munafik, di satu sisi aku melakukan kebaikan. Tapi di sisi lain aku masih asyik berkubang dosa (bermain band). Bandku sempat mendapat tawaran dari seorang Finlandia yang menawarkan rekaman kompilasi pada bandku. Tawaran itu ibarat anugerah. Tapi di sisi lain, pemikiran-pemikiran Islamku mulai terbentuk. Dan ini menjadi dilema tersendiri.
Awal memikirkan dilema itu terasa menyakitkan. Kawan-kawan di kampusku yang Katolik mulai menyingkir satu persatu. Mereka mencapku radikal. Bukan saja mereka, teman-teman SMA dan band mulai canggung padaku. Dan yang paling menyesakkan adalah ketika orang tuaku malah mengekang kegiatan pengajian yang kulakukan. Mereka terlalu kaget untuk melihat perubahan. Di benak orang tua dan keluargaku mulai muncul kecurigaan negatif. Dari cap fundamentalis, sampai tuduhan aku mengikuti ajaran sesat. Oleh keluargaku sendiri aku diintimidasi selama kurang lebih 2 tahun agar menjauhi pengajian-pengajian keislaman.
Penghianat Yang Telah Musnag (gilang) bersama Bidadari Surganya
Hikmah dari peritiwa itu sangat besar. Aku menjadi sadar bahwa ilmu keislamku harus diperdalam sebab kalau tidak demikian, bagaimana bisa aku menjelaskan pada keluargaku? Dari kesadaran itulah aku berazzam untuk meninggalkan semua kebiasaan lama yang negatif. Dan saat itu pula aku memutuskan keluar dari band dan scene underground yang membesarkan diriku di waktu lalu.
Saat ini lebih kurang sudah 3 tahun aku mengaji Islam. Ada kerinduan mendalam untuk tetap bisa dekat seperti dulu dengan teman-teman scene sebab ikatan dengan mereka begitu kuat. Oleh sebab itulah, aku mulai berusaha menyadarkan kawan-kawan yang masih berada dalam scene underground. Bentuknya dengan membuat sub-culture Islam atau dapat dikatakan contra-culture yang secara fisik hampir seperti scene underground namun secara pemikiran jauh berbeda.
Cara inilah yang aku gunakan untuk mempropagandakan bahwa Islam merupakan ajaran revolusioner terbaik yang diturunkan Pemilik Semesta untuk umat manusia. Cara inilah yang aku lakukan demi menembus dosa masa laluku. Ya Allah aku bertobat padamu dan mudah-mudahan apa yang kusampaikan ini, dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman lainnya yang saat ini masih terus berkubang di dalam dosa. Amin.
[seperti yang dikisahkan Jenderal Divan Semesta & pengkhianatyangtelahmusnah kepada Munir]
************
ngopas dr http://forum.arrahmah.com/showthread.php?tid=3287
0 komentar:
Posting Komentar